Pada tahun 2014 mendatang, pendapatan bisnis ritel modern nasional diperkirakan tumbuh 10-15% menjadi Rp 162-170 triliun, dibanding proyeksi tahun ini sebesar Rp 148 triliun. Kenaikan itu didorong pertumbuhan ekonomi nasional dan pemilihan umum (pemilu) legislatif dan presiden.
Ketuk palu Bernanke yang telah memutuskan untuk tapering program pembelian aset bulanan sebanyak $10 M pada tanggal 17 Desember lalu akhirnya menjawab ekspektasi publik ekonomi dan dengan segera mengulang-alik beberapa mata uang dunia. Dan menurut para ahli ekonomi, keadaan ini belum akan segera berakhir.
Kepala Riset Pasar Global Asia dari Credit Agricole Bank, Mitul Kotecha, mengatakan bahwa yield AS masih lebih tinggi dan pertumbuhannya masih relatif cemerlang. Selain itu, aliran modal yang lebih tinggi kembali masuk ke negara perekonomian terbesar dunia ini sehingga akan terus mendorong performa Dolar AS di tahun 2014.
Kotecha meramalkan Dolar AS akan menguat terhadap hampir semua mata uang mayor serta mata uang negara berkembang. Pertanyaan terbesar nantinya adalah mata uang mana saja yang akan paling menderita akibat penguatan Dolar AS tersebut. Berikut ini adalah mata uang-mata uang yang diprediksi Kotecha dan beberapa analis ekonomi lainnya, yang dilansir oleh CNBC, akan melemah akibat unggulnya mata uang AS.
1. Yen
Mata uang Negeri Sakura tersebut tercatat telah tumbang 20 persen terhadap Dolar AS tahun ini. Dan tahun 2014 nampaknya akan menjad tahun yang sulit bagi Yen. Dolar-Yen diperkirakan akan mencapai angka 115 di akhir tahun 2014 nanti. Kelemahan Yen telah menjadi topik yang paling dibicarakan sepanjang tahun 2013 berkenaan dengan kebijakan Jepang yang mulai merancang kembali program pelonggaran stimulus besar-besaran untuk merombak perekonomian negara.
2. Euro
Mata uang bersama 17 negara Uni Eropa ini tercatat menguat sebanyak 3.7 persen terhadap Dolar di tahun 2013 ini. Dan diperkirakan, tahun depan Euro akan melemah akibat menguatnya Dolar AS. Support yang selama ini telah dipegang oleh Euro mungkin akan mulai memudar pada tahun depan, dan berpotensi menjungkalkan EUR/USD ke posisi 1.28 di akhir tahun 2014. Para analis ekonomi lain selain Kotecha juga banyak yang memprediksikan bahwa mata uang yang beberapa bulan belakangan ini berjaya akibat ekspektasi berakhirnya resesi di negara-negara berkembang Eropa, juga akan meredup.
Analis dari Westpac Bank salah satunya, memperkirakan bahwa momentum pertumbuhan zona Euro akan terhalang oleh cerahnya ekonomi AS pada kuartal pertama 2014 nanti, sehingga memungkinkan untuk memaksa ECB untuk kembali merombak kebijakan moneternya seiring dengan dimulainya tapering olehh The Fed.
3. Mata Uang Negara Berkembang
Chris Weston, Kepala Ahli Strategi Pasar IG Markets, juga mengamini prakiraan para analis lain tentang melemahnya Euro pada tahun 2014. Selain memprediksi performa Euro, Weston juga memperkirakan bahwa mata uang negara-negara berkembang pun akan mengalami tekanan akibat menguatnya Dolar AS.
Jika dilihat dari aliran modal keluar dan kerentanan eksternalnya, maka Rupee India, Rupiah Indonesia, Lira Turki, Rand Afrika Selatan, dan Real Brazil akan menjadi mata uang yang paling tertindas di tahun 2014. Meski demikian, Weston tak melihat adanya potensi tekanan yang ekstrim terhadap mata uang-mata uang negara berkembang tersebut mengingat bahwa isu likuidasi telah mereda.
Selain itu, pada tahun 2014, Weston memperkirakan bahwa mata uang negara Asia Timur seperti Yuan Cina dan Dolar Taiwan, akan menunjukkan performa yang baik karene ekonomi negara-negara tersebut memiliki posisi neraca berjalan yang cukup kuat dan cadangan devisa yang besar.
Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan diperkirakan berkisar 5-6%. Hal ini bakal mendorong pertumbuhan bisnis ritel. Tahun ini, pertumbuhan ritel memang tidak terlalu bagus. Namun, tahun depan sektor ritel seharusnya bisa tumbuh 10-15%, karena kalau di bawah itu rasanya janggal. Terlebih, jumlah penduduk terus bertambah, sehingga permintaan barang konsumsi turut terkerek.
Menurut Tutum, bisnis ritel tidak terimbas pelemahan rupiah terhadap dolar AS seperti halnya sektor manufaktur. Kurs rupiah belakangan ini menembus level Rp 12 ribu per dolar AS, menyusul tingginya nilai defisit neraca transaksi berjalan. Pemilu bakal memacu omzet ritel. Sebab, jumlah uang yang beredar selama pesta demokrasi biasanya meningkat.

0 Response to "Tahun 2014, Diprediksi Nilai Mata Uang Dunia Meredup"
Posting Komentar