Pemerintah Indonesia optimis bisa keluar dari jeratan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Selama ini, istilah itu disematkan pada bangsa yang mencapai tahapan sejahtera, tapi akhirnya gagal naik kelas jadi negara maju.
Ukuran yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Saat ini, PDB per kapita Indonesia berada di kisaran USD 3.592-4.810. Sesuai analisis Lembaga Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), negara ini sudah masuk kategori lower middle income. Sesuai teori, momen 42 tahun mendatang akan jadi tantangan pemerintah.
Jika sumber daya dikelola baik, seharusnya Indonesia dalam setengah abad sudah mencapai taraf negara maju. Kisah sukses itu dapat ditengok dari Korea Selatan. Negeri Ginseng mencapai posisinya sekarang sebagai raksasa ekonomi dalam waktu 15 tahun.
Dari simulasi OECD, Indonesia berpeluang naik kelas jadi negara berpendapatan tinggi pada 2042. Pada masa itu, pendapatan rata-rata penduduk seharusnya Rp 132 juta per tahun.
Pemerintah percaya diri membuktikan simulasi OECD. Ketika membuka seminar di Bali pertengahan bulan lalu, Menteri Keuangan Chatib Basri yakin, Indonesia bisa menghasilkan solusi atas persoalan middle income trap.
"Kita harus menekankan peran inovasi dan teknologi, untuk melahirkan keunggulan komparatif yang baik," kata Chatib.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa lebih optimis lagi. Dia mengklaim sudah menyiapkan tiga langkah, agar jebakan negara berpendapatan menengah bisa dihindari. Pertama habis-habisan membangun infrastruktur. Disusul menciptakan kemandirian pangan, dan terakhir, memberikan proteksi pada masyarakat miskin, misalnya, kredit usaha rakyat (KUR).
Dari uraiannya, Hatta mengaku menitikberatkan pada infrastruktur. "Infrastruktur adalah kunci dari pertumbuhan ekonomi yang hebat sehingga tidak terjebak ke dalam middle income trap," ujarnya.
Namun, optimisme pemerintah dikoreksi oleh Pusat Peneliti Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dari hasil analisis ilmiah, pekerjaan rumah pemerintah menyediakan pondasi perekonomian masih bejibun.
Peneliti LIPI Latief Adam, bahkan lantang menyebut Indonesia sulit jadi negara maju. "Sulit keluar dari middle income trap. Kita sangat sulit beranjak jadi negara maju," ujarnya dalam seminar di Kantor Pusat LIPI, Jakarta, Senin (23/12).
Apa saja alasan peneliti LIPI tidak seoptimis pemerintah dalam menyongsong peluang jadi negara maju?
Pemerintah Indonesia sering sekali membanggakan stabilnya perekonomian Indonesia dalam menghadapi gejolak perekonomian dunia. Baru-baru ini, bahkan pemerintah mengklaim telah menyiapkan diri dalam menghadapi kebijakan tappering off Amerika pada Januari nanti.
Namun demikian, Peneliti Pusat Ekonomi LIPI, Latief Adam tidak sependapat dengan pemerintah. Menurut Latief perekonomian Indonesia hanya stabil di tingkat rendah. Ada atau tidaknya krisis global perekonomian Indonesia masih tetap tumbuh rendah.
"Pemerintah seolah-olah menyebut ekonomi kita tahan gejolak perekonomian global. Boleh jadi stabil tapi stabil tingkat rendah. Dibandingkan dengan Singapura kena krisis dan setelah krisis tumbuh mereka lebih jauh tinggi. Kita usai krisis tumbuhnya tidak jauh beda misalnya 4 persen ke 6 persen," ucap Latief dalam seminar LIPI di Kantor Pusat LIPI, Jakarta, Senin (23/12).
Menurut Latief, jika pemerintah terus membiarkan kondisi seperti ini terus berlanjut maka Indonesia akan sangat sulit keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap. Hal ini berdampak pasti pada sulitnya Indonesia bergerak jadi negara maju.
"Kalau kita tetap mengandalkan ekonomi tumbuh 6 persen, sulit keluar dari middle income trap. Kita sangat sulit beranjak jadi negara maju. Sulit keluar dari masalah sosial ekonomi seperti pengangguran," tegasnya.
Kondisi sulitnya Indonesia keluar dari negara maju menurut Latief disebabkan faktor kurang gaulnya perekonomian Indonesia. Rasio ekspor-impor terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) masih sangat kurang, begitu juga dengan investasi. Pergerakan ekonomi Indonesia saat ini hanya didorong dari pasar modal.
"Kita ini ekonomi stabil rendah karena perekonomian kita kurang gaul. Ini juga karena institusi keuangan manfaatnya tidak terlalu optimal mendukung ekonomi berkualitas."

0 Response to "Menurut LIPI, Perekonomian Indonesia Sulit Maju"
Posting Komentar