Halal - Haramnya Bisnis Forex Dalam Perspektif Islam


Halal Haram Forex
Dalam kegiatan bisnis valas tersebut, tidak sedikit masyarakat muslim yang terlibat di dalamnya, baik sebagai nasabah maupun sebagai pengusaha atau karyawan perdagangan valas. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan kajian khusus mengenai hukum bisnis valas tersebut dalam perspektif ekonomi dan hukum Islam (muamalat), agar umat Islam mendapatkan jawaban hukum yang jelas dan tegas. Valas adalah singkatan dari valuta asing. Yang dimaksud dengan valuta asing ialah mata uang luar negeri, seperti dollar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan international, maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya, importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor barang dari luar negeri. Untuk membayar barang-barang impor tersebut, si importir membutuhkan mata uang asing.

Demikian juga misalnya, bila sebuah perusahaan di Indonesia mengekspor barang, misalnya ke Jepang, maka pertukaran mata uang asing diperlukan. Pembayaran oleh Jepang untuk perusahaan Indonesia harus dengan mata uang lokal, rupiah. Sementara importir Jepang hanya memiliki mata uang yen.
Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh, guna memenuhi kebutuhan transaksi antara eksportir Indonesia dan importir Jepang tersebut.
Pertama, bila eksportir Indonesia menagih dalam bentuk rupiah, maka importir Jepang harus menjual yen dan membeli rupiah untuk membayar barang yang diimpor dari Indonesia. Kedua, bila eksportir Indonesia dibayar dengan mata uang yen, maka eksportir Indonesialah yang harus menukar yen itu kepada rupiah.
Dengan demikian, akan timbul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing. Dapat juga terjadi bahwa transaksi antara dua negara diselesaikan dengan menggunakan mata uang negara ketiga, misalnya dollar.

Hal ini bisa terjadi bila eksportir maupun importir tidak memiliki mata uang lokal negara masing-masing atau mata uang kedua negara itu sangat jarang diperdagangkan karena mata uangnya sangat lemah. Ini berarti mata uang yang dipergunakan itu adalah mata uang yang populer di kedua negara itu, misalnya dollar.
Kurs mata uang tersebut bisa berubah-ubah, tergantung pada situasi ekonomi negara masing-masing. Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari waktu ke waktu secara sunnatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga stabilitas mata uang, karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.
Transaksi jual beli valuta asing sebagaimana yang digambarkan di atas, umumnya diselenggarakan di pasar valuta asing, money changer, bank devisa dan perusahaan bisnis valas.

Pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh setiap trader di Indonesia :
1. Apakah Trading Forex Haram?
2. Apakah Trading Forex Halal?
3. Apakah Trading Forex diperbolehkan dalam Agama Islam?
4. Apakah SWAP itu?

Mari kita bahas dengan artikel yang pertama :
Dalam bukunya Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH; Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex (Perdagangan Valas) diperbolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara.

Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.

HUKUM ISLAM DALAM TRANSAKSI VALAS
1. Ada Ijab-Qobul : Ada perjanjian untuk memberi dan menerima
• Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai.
• Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan.
• Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh m elaksanakan dan melakukan tindakantindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat).

2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu:
• Suci barangnya (bukan najis)
• Dapat dimanfaatkan
• Dapat diserahterimakan
• Jelas barang dan harganya
• Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya
• Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan

Dalam ekonomi Islam, jual beli mata uang disebut dengan istilah ash-sharf­. Pada asalnya, mata uang itu hanya emas dan perak. Uang emas disebut dinar dan uang perak disebut dirham. Kedua mata uang tersebut dinamakan mata uang intrinsik, yaitu mata uang yang sesuai dengan nilai nominalnya dengan nilai kandungan bahannya.
Zaman sekarang mata uang juga berbentuk nikel, tembaga dan kertas yang diberi nilai tertentu. Mata uang selain dinar dan dirham itu disebut uang nominal yakni angka yang tertulis pada uang nominal tidak sesuai dengan harga material (intrinsik) uang tersebut.
Tukar menukar mata uang boleh terjadi antara lain :
1. Jenis logam yang sama, seperti emas dengan emas, perak dengan perak,
2. Jenis logam yang berlainan, emas dengan perak, emas dengan nikel,
3. Logam dengan uang kertas, misalnya emas dengan kertas,
4. Uang kertas dengan uang kertas, misalnya selembar Rp. 10.000,- dengan 10 lembar uang ribuan.

Pada dasarnya, tukar menukar mata uang atau jual beli mata uang hukumnya jaiz (boleh) dengan syarat sebagai berikut :
Pertama, apabila uang yang ditukar itu emas, maka harus memenuhi syarat; Pertama, sama beratnya atau sama timbangan. Kedua, penyerahan barangnya dilakukan pada waktu yang sama (naqdan/spot), demi untuk menghindar riba.
Kedua, apabila mata uang yang ditukar itu emas dengan perak, atau kedua mata uang itu berbada jenisnya, maka dapat ditukarkan sesuai dengan market rate dan penyerahan barangnya harus dilakukan pada waktu yang sama.

Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama.
"Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan".
(Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas'ud)
Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifatsifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah:
Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya".
Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam:
“Kesulitan itu menarik kemudahan.”
Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus/tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang menerangkan isinya. Vide Sabiq, op. cit. hal. 135. Mengenai teks kaidah hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal. 55.

FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)

Menimbang :
a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan
transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa
bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandangan ajaran Islam berbeda antara satu  bentuk dengan bentuk lain.
c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :
1. "Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."
2. "Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR. albaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
3. "Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.".
4. "Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai."
5. "Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
6. "Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
7. "Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: "Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
8. "Ijma. Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu

Memperhatikan :
1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.

MEMUTUSKAN :
Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).
Pertama : Ketentuan Umum
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing
1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah)
3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M
DEWAN SYARI'AH NASIONAL - MAJELIS ULAMA INDONESIA

al-qur'an atau uang
Norma-Norma Syariah
Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syariah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan sebagai berikut ;
1. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
2. Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan jasa, bukan dalam rangka spekulasi.
3. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang.
4. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak uang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
5. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain, tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (ba’i al-fudhuli).

Dengan memperhatikan beberapa batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku perdagangan valas yang harus diperhatikan : 
1. Ekonomi syariah menghindari dan melarang perdagangan tanpa penyerahan (future non delivery trading atau margin trading).
2. Ekonomi syariah melarang tegas jual beli valas untuk kepentingan spekulasi.
3. Harus dihindari jual beli valas, baik dalam bentuk spot maupun forward.
4. Ekonomi syariah juga melarang transaksi swap. Berjanji untuk menukar mata uang asing dengan mata uang setempat pada waktu tertentu dan dengan harga yang ditetapkan, hukumnya jaiz.

Larangan Spekulasi Valas
Sekali lagi ditegaskan bahwa pertukaran mata uang atau jual beli valas untu kebutuhan sektor riil, baik transaksi barang maupun jasa, hukumnya boleh (jaiz) menurut hukum Islam. Namun, bila motifnya untuk spekulasi, sebagaimana yang banyak terjadi saat ini, maka hukumnya haram.
Argumentasi dan dasar pemikiran larangan perdagangan spekulasi valas untuk spekulasi, dirumuskan dalam bentuk poin di bawah ini :
I. Pendapat Mahathir Muhammad, PM Malaysia, Mahathir Muhammad dikenal luas sebagai orang yang mengecam keras praktik perdagangan valas (Margin trading valas). Larangan keras ini didasarkan pada sejumlah alasan :
1. Berdagang valuta asing ini tidak ubahnya seperti judi, karena dalam transaksinya penuh dengan spekulasi.
2. Konstribusi margin tradingsangat signifikan terhadap melemahnya rupiah atas dollar AS. Sedangkan melemahnya rupiah atas dollar merupakan bencana bagi ekonomi Indonesia.
3. Praktik margin trading biasanya tidak mengindahkan fair bussines.
4. Karena tidak ada proses transaksi riel, para pelaku hanya mengandalkan selisih dari harga valuta pada saat penutupan.

II. Uang bukan komuditas. Dalam ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas, namun dalam perdagangan valuta, yang secara jelas, telah dijadikan sebagai komoditas.
Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dalam buku An-Nizham al –Iqtishadi al-Islami, mengatakan bahwa uang adalah standar nilai pada barang dan jasa (199-297). Demikian pula Thahir Abdul Muhsin Sulaiman dalam buku ‘ Ilajul Musykilah al-Iqtishadi bil Islam, memandang uang sebagaimedium of  exchange.

Pakar ekonomi Islam sepakat, bahwa perdagangan spekulasi valuta telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian dunia dan senantiasa mengancam ekonomi banyak negara. Oleh karena itu praktik spekulasi valas harus dilarang.
Menurut ekonomi Islam, transaksi valas hanya dibenarkan apabila digunakan untuk kebutuhan sektor riel, seperti membeli barang untuk kebutuhan import, berbelanja atau membayar jada di luar negeri, sebagaimana yang dibutuhkan para jamaah haji, dan sebagainya.

Perdagangan valas dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya (semu), karena padanya tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam perdagangan valas, yang diperjualbelikan adalah uang itu sendir, bukan barang atau jasa.
Dalam transaksi maya, tidak ada sektor riil (barang atau jasa) yang diperjualbelikan. Mereka hanya memperjualbelikan kertas berharga dan mata uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (gain) yang diperoleh dan jual beli itu termasuk kepada riba. Karena gain itu diperoleh bighairi ‘iwadhin, yakni tanpa ada sektor riil yang dipertukarkan, kecuali mata uang itu sendiri.

Tegasnya, gain (harga beli lebih besar dari harga jual) yang diperoleh dalam perdagangan valas adalah riba. Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Qur’an (QS. 2 : 275-279), pada hakikatnya, merupakan pelarangan terhadap transaksi maya. Firman Allah, “Allah menghalalkan jual beli (sektor riil), dan mengharamkan riba (transaksi maya).

Dampak Spekulasi Perdagangan Valas
a). Perdagangan valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, antara lain menimbulkan ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan masyarakat umum, malah kegiatan jual-beli valas cenderung mendorong jatuhnya nilai uang rupiah, karena para spekulan sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu negara berfluktuasi secara tajam.
Bila nilai rupiah anjlok, maka secara otomatis, rusaklah ekonomi Indonesia yang ditandai dengan naiknya harga barang-barang atau terjadinya inflasi secara tajam. Sedangkan inflasi adalah realitas ekonomi yang tidak diinginkan ekonomi Islam.

Akibat lain adalah goncang dan ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan impor yang pada gilirannya mengakibatkan kesulitan operasional dan sering menimbulkan PHK di mana-mana. Demikian pula, suku bunga perbankan menjadi tinggi, APBN harus direvisi karena disesuaikan dengan dollar. Defisit APBN pun semakin membengkak secata tajam.
Demikianlah keburukan jatuhnya nilai mata uang rupiah yang dipicu oleh permainan spekulasi valas. Berdasarkan dampak negatif itu, perdagangan valas untuk kepentingan spekulasi, amat dilarang dalam Islam.

b). Dampak lain transaksi maya dalam perekonomian ialah terjadinya ketidakseimbangan arus moneter dengan arus finansial. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.
Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar, bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riel. Atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.
Dalam ekonomi Islam, sektor finansial dan sektor riel. Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional, jelas memisahkan antara sektor finansial dan sektor riel.

Akibat pemisahan itu, ekonomi dunia rawan krisis, khususnya negara-negara berkembang (terparah Indonesia). Sebab, pelaku ekonomi tidak lagi menggunakan uang untuk kepentingan sektor riil, tetapi untuk kepentingan spekulasi mata uang.
Spekulasi inilah yang dapat menggoncang ekonomi berbagai negara, khususnya negara yang kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi itu, jumlah uang yang beredar sangat tidak seimbang dengan jumlah barang di sektor riil.
Bagi spekulan, tidak penting apakah nilai menguat atau melemah. Bagi mereka yang penting adalah mata uang selalu berfluktuasi. Tidak jarang mereka melakukan rekayasa untuk menciptakan fluktuasi bila ada momen yang tepat, biasanya satu peristiwa politik yang minimbulkan ketidakpastian.
Menjelang momentum tersebut, secara perlahan-lahan mereka membeli rupiah, sehingga permintaan akan rupiah meningkat. Ini akan mendorong nilai rupiah menguat. Penguatan rupiah secara semu ini, akan menjadi makanan empuk para spekulan.
Bila momentumnya muncul dan ketidakpastian mulai merebak, mereka akan melepaskan rupiah sekaligus dalam jumlah besar. Pasar akan kebanjiran rupiah dan tentunya nilai rupiah akan anjlok. Para spekulan meraup keuntungan dari selisih harga harga beli dan harga jual. Makin besar selisihnya, makin menarik bagi para spekulan untuk bermain.

c). Perdagangan mata uang (valas) secar signifikan menimbulkan kerawanan krisis bagi suatu negara. Karena itulah, maka konferensi tahunan Asociation of Muslim scientist di Chicago, Oktober 1998 yang membahas masalah krisis ekonomi Islam, menyepakati bahwa akar persoalan krisis adalah perkembangan sektor finansial yang berjalan sendiri, tanpa terkait dengan sektor riil.
Dengan demikian, nilai suatu mata uang dapat berfluktuasi secara liar. Solusinya adalah mengatur sektor finansial agar dijauhkan dari segala transaksi yang mengandung riba, termasuk transaksi maya di pasar uang.
Gejala decopling, sebagaimana digambarkan di atas, disebabkan, karena alat tukar dan penyimpanan kekayaan, tetapi telah menjadi komoditas yang diperjualbelikan dan sangat menguntungkan bagi mereka yang memperoleh gain (tambah selisih harga jual dan harga beli). Meskipun bisa berlaku sebaliknya, yakni orang yang bisa mengalami kerugian milyaran dolar AS.

Kesadaran Negara Maju
Sebenarnya, sebagai pakar ekonomi dunia telah menyadari kerapuhan sistem moneter kapitalisme seperti itu. Teori bubble growth dan random walk telah memberikan penjelasan yang meyakinkan bahaya transaksi maya (bisnis dan spekulasi mata uang dan bisnis (spekulasi) saham di pasar modal).
Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam al-Qur’an (QS. 2 : 275 –279), pada hakikatnya, merupakan pelarangan terhadap transaksi maya. Firman Allah, “Allah menghalalkan jual beli (sektor riil) dan mengharamkan riba (transaksi maya)”.
Para pemimpin negara-negara G7 pun telah menyadari bahaya dan keburukan transaksi maya dalam perekonomian. Pada tahun 1998 mereka menyepakati bahwa perlu adanya pengaturandi pasar uang sehingga tidak menimbulkan krisis yang berkepanjangan. Jadi, bila negara-negara G7 telah menyadari bahaya transaksi maya, mengapa Indonesia masih belum melihat dampak negatifnya bagi perekonomian.
Karena itu, pemerintah hendaknya melarang transaksi maya atau transaksi derivatif baik di money changer, bank devisa dan pasar uang. Bank syariah, seperti Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri, sejak berdirinya menghindari bisnis spekulasi mata uang, karena dilarang dalam ekonomi Islam.

Sebelum masuk dalam pembahasan kesimpulan, saya akan memberikan sebuah video visual untuk menguatkan asumsi para ahli di atas. Silakan simak dengan seksama dan semoga video di bawah ini memberikan wawasan untuk Anda.


Kesimpulan
1. Pada dasarnya jual beli valas dibolehkan, bila jual beli itu dimaksudkan untuk kebutuhan transaksi sektor riil (barang dan jasa), misalnya untuk membayar barang-barang yang diimport kepada eksportir luar negeri atau untuk berpergian dan belanja di luar negeri.
.2. Perdagangan valas untuk kepentingan spekulasi adalah haram, karena mengandung unsur riba dan maysir, serta menimbulkan dampak negatif (mudharat) bagi perekonomian masyarkat umum (maslahat ‘ammah). Kerena itu alasan-alasan itu, umat Islam harus menghindarinya.
Spekulasi valas artinya, seseorang membeli uang asing hanya untuk memperoleh gain (selisih) harga beli dan harga jual. Seseorang spekulan membeli mata uang asing, misalnya dolar, ketika harganya turun dan melepaskannya ketika harga naik dan begitulah seterusnya.
Selisih harga beli dan harga jual menjadi keuntungan spekulan. Selisih yang diperoleh tanpa ada ‘iwadh atau transaksi sektor riil adalah riba. Sedangkan kemungkinan dan ketidakpastian nilai tukar mata uang yang berakibat bagi kerugian dan keuntungan si spekulan tergolong kepada judi.
3. Perlu ditegaskan kembali  bahwa dalam perdagangan valas, gainyang diperoleh adalah riba, karena gain itu bukan hasil kegiatan bisnis sektor barang atau jasa, tetapi hasil pertukaran mata uang semata.
4. Perdagangan valas telah menjadikan uang sebagai komoditas dan kegiatan ini disebut dengan transaksi maya, karena dalam kegiatan bisnis ini terjadi perputaran arus uang dalam jumlah besar, tetapi tidak ada kegiatan sektor riilnya (bai’ barang dan jasa). Padahal menurut ekonomi Islam, fungsi uang tidak boleh sebagai komoditas.
Dalam ekonomi Islam, segala bentuk transaksi maya dilarang. Bila transaksi ini dibolehkan, maka pasar uang akan tumbuh jauh lebih cepat daripada pertumbuhan pasar barang dan jasa. Pertumbuhan yang tidak seimbang ini akan menjadi sumber krisis dan bencana seperti yang terjadi sekarang ini, sebab uang telah dijadikan sebagai komoditas yang diperdagangkan secara spekulatif.
5. Perdagangan valas telah memicu secara signifikan bagi kejatuhan rupiah. Sedangkan kejatuhan rupiah berarti kehancuran ekonomi suatu negara atau rakyat umum.

0 Response to "Halal - Haramnya Bisnis Forex Dalam Perspektif Islam"

Posting Komentar